Minggu, 18 Januari 2009

PENDIDIKAN YANG MENGEDEPANKAN PROSES DIALOG DALAM PEMERDEKAAN DAN PENCERAHAN KEMANUSIAAN



Proses belajar tidak hanya sekedar karena seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya dan meresponnya tetapi lebih sering terjadi karena pelaku belajar (peserta didik) berkomunikasi/terjadi proses dialog dengan individu lainnya. Proses pendidikan terjadi karena komunikasi personal (dialog). Dalam diri pelaku belajar atau siswa terjadi transaksi akibat komunikasi dua arah atau lebih yang masing-masing peserta didik mendapat kesempatan, baik selaku inisiator maupun mereaksi komunikasi.
Komunikasi/dialog itu dapat berlangsung secara akrab, intensif dan mendalam. Oleh karena itu menurut teori humanistik (teori sosial) dalam belajar berdasarkan teori sosial terdapat empat fase; yaitu : perhatian, retensi, reproduksi, dan motivasi.
Manusia akan belajar apa saja sepanjang dia membutuhkan. Dia tidak peduli dengan kognitif yang aktual atau pengalaman yang telah dialaminya. Menurut teori humanistik, dalam konteks belajar yang diciptakan, manusia akan belajar apa saja yang dibutuhkan. Konsep ini memberikan perubahan besar bagi konsep pembelajaran yang bertumpu pada pembelajar. Pembelajar itu sangat individual. Oleh karena itu jika ingin berhasil dalam pembelajaran perhatikan kebutuhan individual dalam belajar.
Untuk mengadaptasi teori humanistik dalam pembelajaran kita perlu memahami bahwa pembelajar adalah organisme yang butuh memahami dirinya sendiri dan mengkomunikasikan dirinya kepada orang lain secara bebas dan aman. Guru sebagai fasilitator harus memberikan konteks pengiring untuk belajar dan tidak memberikan misi pribadi guru untuk dipaksakan pada siswa berdasarkan pengalaman guru sebelumnya. Prinsip memahami peserta didik sebagai subyek pembelajaran sebelum pendidik dipahami oleh peserta didik merupakan kunci untuk melakukan komunikasi antar pribadi yang efektif. Kunci untuk menghargai perbedaan peserta didik ialah menyadari bahwa semua orang memandang dunia tidak tunggal tetapi majemuk. Pembelajaran yang memerdekakan dan mencerahkan manusia adalah pembelajaran yang didalamnya terdapat interaksi dua arah antara guru dan siswa. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif memberikan reaksi, bisa bertanya maupun memberikan tanggapan kritis tanpa ada perasaan takut. Pembelajaran yang demokratis memungkinkan terjadinya proses dialog yang berujung pada pencapaian tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dan potensi peserta didik. Prinsip belajar yang relevan adalah belajar bagaimana belajar. Artinya target pembelajaran di kelas bukan hanya sekedar penguasaan materi, melainkan siswa harus belajar bagaimana belajar. Ini bisa terjadi apabila dalam kegiatan pembelajaran siswa telah dibiasakan untuk berpikir mandiri, berani berpendapat dan berani bereksperimen.

Peran Guru Dalam Pembaruan Pendidikan


Aktivitas proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan, dan guru sebagai salah satu pemegang utama di dalam menggerakkan kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan. Agar proses pembelajaran berhasil dan mutu pendidikan meningkat (terjadi pembaruan), maka diperlukan guru yang memahami dan menghayati profesinya, dan tentunya guru yang memiliki wawasan pengetahuan dan keterampilan sehingga membuat proses pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Perubahan peran guru yang tadinya sebagai penyampai pengetahuan dan pengalihan pengetahuan dan ketrampilan, serta merupakan satu-satunya sumber belajar, berubah peran sebagai pembimbing, pembina, pendidik, pengajar dan pelatih. Dalam kegiatan pembelajaran, guru akan bertindak sebagai fasilitator yang bersikap akrab dengan penuh tanggung jawab, serta memperlakukan peserta didik sebagai mitra dalam menggali dan mengolah informasi menuju tujuan belajar mengajar yang telah direncanakan. Guru dalam melaksanakan tugas profesinya dihadapkan pada berbagai pilihan, seperti cara bertindak bagaimana yang paling tepat, bahan belajar yang paling sesuai, metode penyajian bagaimana yang paling efektif, alat bantu apa yang paling cocok, langkah-langkah apa yang paling efisien, sumber belajar mana yang paling lengkap. Sistem evaluasi apa yang paling tepat dan sebagainya.

Guru sebagai pelaksana tugas otonom diberikan keleluasaan untuk mengelola pembelajaran, apa yang harus dikerjakan oleh guru dan guru harus dapat menentukan pilihannya dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan atau menunjang tercapainya tujuan. Dalam hal ini, guru bertindak sebagai pengambil keputusan.
Guru sebagai pihak yang berkepentingan secara operasional dan mental harus dipersiapkan dan ditingkatkan profesionalnya, karena hanya dengan demikian kinerja mereka dapat efektif. Apabila kinerja guru efektif maka tujuan pendidikan akan tercapai. Yang dimaksud dengan profesionalisme di sini adalah kemampuan dan ketrampilan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar siswa. Guru yang profesional harus sudah meninggalkan pandangan yang beranggapan mengajar hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan, karena sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan zaman.
Setidaknya ada tiga alasan penting yang mendasari perlunya ada pembaruan/perubahan dalam paradigma pembelajaran. Ketiga hal tersebut sebagai berikut:
Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, tetapi mereka adalah organisme yang sedang berkembang. Agar siswa dapat melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya, dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itulah, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi yang memungkinkan setiap siswa dapat dengan mudah mendapatkan berbagai informasi. Tugas dan tanggung jawab guru bukan semakin sempit, namun justru semakin kompleks. Guru bukan hanya sekedar dituntut aktif mencari informasi yang dibutuhkan, akan tetapi ia juga harus mampu menyeleksi berbagai informasi, sehingga dapat menunjukkan pada siswa informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan siswa. Guru harus menjaga siswa agar tidak terpengaruh oleh berbagai informasi yang dapat menyesatkan dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan siswa. Karena itu, kemajuan teknologi menuntut perubahan perang guru dalam pembelajaran. Guru tidak lagi memposisikan diri sebagai sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi, tetapi harus berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa.
Kedua, ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Bahkan belajar tidak hanya sekedar menghafalkan informasi/rumus-rumus, tetapi bagaimana menggunakan informasi dan pengetahuan itu untuk mengasah kemampuan berpikir.
Ketiga, penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah laku manusia. Dewasa ini anggapan manusia sebagai organisme yang pasif yang perilakunya dapat ditentukan oleh lingkungan seperti yang dijelaskan dalam aliran behavioristik telah banyak ditinggalkan orang. Pandangan terbaru dalam bidang psikologi mengatakan bahwa manusia adalah organisme yang memiliki potensi seperti yang dikembangkan oleh aliran kognitif holistik. Potensi itulah yang menentukan perilaku manusia. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan lagi memberikan stimulus, akan tetapi usaha mengembangkan potensi yang dimiliki. Di sini, siswa tidak lagi dianggap sebagai objek, tetapi sebagai subjek belajar yang harus mencari dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan itu tidak diberikan guru, tetapi dibangun sendiri oleh siswa.
Ketiga hal di atas, menuntut perubahan makna dalam pembelajaran. Pembelajaran jangan diartikan sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki.

Tidak ada komentar: